Home » » SENJA TAK BERWARNA JINGGA

SENJA TAK BERWARNA JINGGA

senja tak berwarna jingga



Tengah hari ini, cuaca sangat panas seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir seakan menguapkan bau neraka. Hembusan angin disertai debu yang menggulung-gulung merambah panas udara semakin tinggi dari detik ke detik.
Senja musim kemarau sungguh indah meskipun tetap tidak seindah musim hujan yang setiap hari berembun. Aku membuka jendela kamar lebar-lebar. Semburat  megah  kemerahan menghiasi langit. Angin tertiup semilir seolah menghapus hawa panas.
Sembari mengirimkan pesan kepada temanku, di kamar sebelah, tepatnya lagi kamar kakakku. Terlihat jendela kamarnya terbuka. Habis maghrib paling enak membuka jendela. Membiarkan angin similir mengalir. Sayup-sayup aku mendengar dia bernyanyi. Ia melantungkan lagu kesukaanku dengan sangat merdu. Suaranya tak kalah merdunya dengan suara penyanyi band terkenal.
Aku duduk di depan meja belajar. Menulis beberapa kalimat untuk membalas pesan yang masuk. Aku memang sudah memiliki hobby yang mengirimkan pesan ke teman dekatku karena aku mendaptkan sedikit kebahagian di tengah patah-patahan kalimatku. Rita adikku masuk ke kamarku
“kakak sedang apa ?” Tanya Rita
“tidak ada kakak lakukan saat ini kecuali mengirimkan pesan singkat ke taman-temanku.”
“apa kakak tidak lapar ?”
Aku menjawab lagi
“tidak!aku tak punya nafsu makan. Kalau kamu ingin makan silahkan makan duluan.”
“aku cuma mengingatkan kakak saja.”
“iya!jika sudah tak punya keperluan lagi silahkan keluar dan jangan lupa tutup kamar kakak. Dan jika ibu menyuruhmu memanggilku untuk makan katakana saja aku sedang tidak lapar.”
Adikku bergegas keluar dari kamarku dan meninggalkanku sendirian lagi di kamarku. Dia adalah saudaraku yang keempat. Dia sangat peduli dan perhatian padaku. Jika dia melihatku sedang sedih dia yang menghiburku. Tapi aku tak pernah merespon baik dengan kelakuannya terhadapku.
Tak terasa sudah larut malam seharian aku tak keluar di dalam kamarku. Ku coba tuk melihat keaadaan rumahku. Terlihat sangat bersih dan aman sangat sejuk dipandang dan hening suasananya. Ku ketuk pintu kamar ibuku
“ibu..! apa yang sedang ibu lakukan?”tanyaku
“tidak nak, ibu sedang melihat foto-foto waktu kamu kecil semua.”jawabnya dengan suara yang lembut.
Ku mendekati ibuku dengan semangat. Ku lihat ibuku menatapi foto-fotoku bersama saudara-saudaraku dengan mimik senyum yang sedih. Aku tak tahu apa yang dia pikirkan.
“sekarang kamu semua sudah besar nak!”ungkap ibuku
“bagaimana kamu akan mengenang ibu dan ayahmu? Apakah kamu akan mengingat kami berdua pada saat melihat foto-foto kami ?”
Ku dengar perkataan ibuku aku tak kuat mendengarnya. Ku langsung keluar dan lari sambil menangis tersedu-sedu. Aku melihat foto keluargaku yang terbingkai besar yang terpampng di dinding ruang tamuku. Seakan aku teringat perkataan ibuku tadi.
Tiba-tiba ku mendengar seretan pintu kamarku. Ternyata ibuku sedang menghampiriku.
“nak! Kenapa kamu belum tidur juga”
Aku terdiam sejenak
“tidak ibu, aku tak akan bisa tidur jika ibu belum tidur.”
“tidurlah nak besok kamu akan ke sekolah, setelah ini ibu akan keluar dan bergegas untuk tidur. Tidurlah nak!”
Aku berpura-pura tidur dan ibuku bergegas keluar dan mematikan lampu kamarku. Sudah kebiasaan lama aku tak tidur cepat bahkan biasanya hingga berlarut-larut malam.
Sang fajar telah menampakkan sosoknya, langit kebiru-biruan dan suhu yang cukup dingin. Embun yang bergelantungan di atas pepohonan dan rerumputan yag bewarna hijau segar. Aku sangat suka suasana sang fajar dan seakan menjelma di langit duniaku.
Dua hari menjelang ulang tahun ibuku. Aku tak tahu apa yang mesti aku berikan. Aku pernah mendengar kata ibuku jika ia berulang tahun dia ingin sekali sosok sang ayah berkumpul dan bersenda gurau bersama anak-anaknya. Aku juga berharap yang sama seperti ibuku.
Hari ini juga aku menelpon ayahku. Aku minta waktu untuk berbincang dan mungkin cukup lama. Di tengah perbincangan ini aku berharap ayahku mengerti apa maksud aku menelponnya. Ternyata pada saat aku mengatakan semua ini ayahku tak memahami setiap perkataanku ini. Aku cuma berharap semoga ayahku tetap dalam lindungan-MU.
Memang sebelumnya ayahku tak sesibuk ini. Tapi entah apa memang dia sibuk disana atau ada apa. Bukannya aku tak berperasangka buruk pada ayahku. Pada waktu dulu ayahku pulang tiap tiga bulan sekali itu tak cukup lama disini. Tapi saat ini tiga bulan itu waktu yang sangat lama buat kami. Aku berpikir dibenakku apakah ayahku tak begitu perhatian lagi dengan keluarga ini. Setiap ku sujud di hadapan-Mu selalu ku lantungkan nama ayahku disetiap patahan-patahan doaku.
Teriknya matahari membuatku tak bisa berjalan kaki pada saat aku pulang sekolah. Biasanya pada saat-saat yang sangat seru jika berjalan kaki pada sepulang sekolah ditambah lagi bersama teman cukup berdekatan rumah denganku. Sesampai di rumah aku tak langsung makan tetapi aku bersiap-siap ke sekolah untuk les musik.
Hanya hari minggu waktu luangku di rumah. Aku sengaja mengambil banyak ekstrakulikulerku di sekolahku karena aku tak mau menjadi seorang perempuan yang cuma bisa tinggal di rumah dengan terpuruk memikirkan masalah-masalah ini. Dan aku juga tak selalu berharap untuk memikirkan semua ini. Aku seorang pelajar SMA yang tak seharusnya sibuk memikirkan semua ini. Aku harus fokus dengan pelajaranku di sekolah.

Langit telah menggelap, bulan akan menguasai malam ini dan bintang akan menggantikan sosok burung merpati yang betebaran di langit. Sungguh megah pemberian sang pencipta. Anugerah yang telah engkau berikan pada kami. Rezeki yang selalu engkau berikan seakan tak cukup bagi kami.
Teringat lagi ternyata ini hari terakhir untuk persiapan ulang tahun ibuku. Namun tak ada satupun ide terbaik untuknya. Aku menghampiri kakakku yang baru saja pulang dari tempat kerjanya.
“hai kak ?”tanyaku dengan agak sedikit ceria.
“iya..ada apa?” jawabnya.
“kak ingat tidak besok hari apa?”
“aku tahu besok hari rabu kan Rina?”
“aduuh kakak, besokkan hari ulang tahun ibu!”
“o iya, maaf kakak tidak mengingtnya” ujar kak Didi
Aku bertanya  lagi
“kakak punya ide untuk memberikan kejutan pada ibu?”
Sembari bercakap-cakap dan tak lama kemudian semua proses kejutan untuk ibu sudah kami siapkan. Ide yang kakak berikan sangat menarik. Sengaja kita tidak membuat kejutan yang sangat heboh karena kita ingat ini ulang tahun yang memasuki umur 45. Semua  pasti tahu kalau umur yang cukup tua tidak boleh dibuat kaget.
Sudah waktu malam kebiasaanku terulang lagi tapi kali ini aku tak sibuk dengan pesan dan teleponku yang masuk tetapi aku sibuk memikirkan rencana ulang tahun ibuku nanti.
Besok adalah waktu yang tetap untuk memesan kue dan hadiah untuk ibuku. Tapi terpikirkan lagi “hadiah apa yang tepat ku berikan untuk ibuku?” Tanya dalam hatiku. Aku selalu berpikir semua hadiah yang ku berikan untuk ibuku akan membayarkan seluruh pengorbanan ibuku. Sebenarnya ibu tak pantas menerima hadiah pemberianku ini walaupun bernilai cukup mahal tak akan membayar semua pengorbanan yang telah ibu berikan kepadaku. Disetiap selingan waktu terlintas di benakku bahwa aku akan membelikan gaun muslimah untuk ibuku. Karena aku sangat suka melihat ibuku berpakaian muslimah dan sepasang jilbab trend saat ini.
Ibuku selalu berkata bahwa jika aku sudah memasuki masa baligh sudah pantas aku memakai jilbab setiap aku akan meninggalkan rumah. Semua perkataan ibuku selalu aku turuti karena aku tahu nasihat orangtua saakan mengubah semuanya menjadi lebih baik.
 Hari ini adalah hari terakhir untuk mempersiapkan kejutan untuk ibu. Semua sudah beres, acara ini cuma acara sederhana saja hanya keluaga kecil kami yang akan maramaikan acara ini. Andaikan ayahku ada disini pasti semua keluarga besarku akan datang bahkan menginap beberapa hari.
Tepat hari yang aku tunggu ini tanggal 16 Februari. Ibu tampak termenung di kamarnya lalu kami diam-diam mendekatinya. Ibu sangat terkejut melihat dan mendengar kami bernyanyi serentak dengan suara yang lantang.
Tiba-tiba ibu memperlihatkan kami semua mimik sedihnya tak kuasa hati menahannya dan air matanya menyentuh pipinya. Suasana semakin hening kami semua terdiam. Ternyata ibuku mengingat ayahku disana.
Sekarang ini sudah sangat berbeda, dalam keluarga ini kebersamaan itu telah tak ada lagi. Ayahku sekarang sudah sibuk disana dengan urusannya sendiri. Apa yang kita butuhkan itu memang benar sudah dia penuhi tapi kami disini tak merasa bahagia dengan apa yang ada sekarang. Saat ini kami hanya merasa kasih saying seorang ibu tapi bagi kami tak merasa lengkap dengan ini tanpa seorang ayah.
Ayahku sudah benar-benar berubah dia tak tak pernah menanyakan kabar kami disini. Bahkan mungkin dia juga lupa bahwa ini adalah hari ulang tahun ibu. Dia tak tahu akan beranjak dewasa, mungkin bahkan sudah melupakan wajah-wajah kami disini.
Perubahan yang kami rasakan bagaikan senja yang tak memiliki warna lagi. Tak ada awan yang putih. Matahari yang bewarna kuning kemerahan yang sangat indah pada saat akan tenggelam. Tak ada lagi semua warna-warna yang indah. Dan saat ini kami semua membutuhkan warna dan keindahan itu lagi. Dan dimana lagi kami akan mendapatkannya?. Tuhan kembalikan warna senja itu lagi untuk menghiasi indahnya sore di istana kecilku.
Nama: Nurfadhilah
Kelas: X
Sekolah: SMAN 1 (SSN) Maros

0 komentar:

Posting Komentar